empat tahun lalu, sewaktu beres-beres kamar kost SMA, rasanya berat sekali. berat meninggalkan teman-teman, berat melepaskan kebersamaan, meski kadang ngerasa sebel dengan perangai teman-teman tetapi ketika mau berpisah malah merasa perangai itulah yang justru membuat jarak pertemanan menjadi semakin dekat. aku masih ingat kalau dulu merasa agak takut kalau teman-teman perkuliahan ngga akan sebaik dan semenyenangkan teman-teman SMA. pindah di lingkungan yang sangat asing, dan belum terbayangkan sebelumnya membuat keadaan menjadi dua kali buruk. sambil bebenah barang-barang sambil belajar mengikhlaskan kalau hidup harus berjalan, sendiri-sendiri.
"Itulah yang namanya kehidupan, son. Semua pada akhirnya akan berjalan sendiri-sendiri. Sonya dengan kehidupan sonya selanjutnya, begitu pula dengan teman-teman sonya. Kamu ga mau kan tetap ada di tempat yang sama? Pada akhirnya prioritas di dalam perteman kamu dan teman-teman kamu pun nanti berubah.. Ngerti, Nduk?", begitu pesan Mamah. masih sangat jelas di ingatanku tentang yang dikatakan Mamah saat aku mengutarakan yang aku rasakan saat kelulusan SMA. Berangkat dari situ aku mau ngga mau mempelajari tentang prioritas. Agaknya sekarang aku harus mulai belajar lagi.
Masih di empat tahun yang lalu ketika aku meragukan kalau nanti aku bakal betah di kota tempat aku kuliah. Aku meragukan apakah nantinya bakal memiliki teman-teman yang baik, yang menyenangkan dan bisa menjadi tempat berbagi. Berbulan-bulan pertama di kota kuliah kuliah aku habiskan untuk sangat rutin berkomunikasi dengan sahabat-sahabatku yang tersebar di beberapa kota. kerap merasa bahwa ga akan ada yang menggantikan dan punya nilai yang bisa menyerupai mereka di tempat kuliah ini. tetapi seiring berjalannya waktu, dengan berbagai situasi yang aku hadapi ternyata itu mematahkan perkiraanku sebelumnya. setiap orang memiliki keistimewaannya masing-masing, ga akan ada yang menggantikan satu sama lain di mataku. ternyata aku menemukan teman-teman yang mau berada di sampingku di berbagai keadaan. ternyata Tuhan mempertemukan aku dengan orang-orang yang mampu membuktikan perkataan Mamah selanjutnya. "Nanti kamu pasti menemukan teman-teman yang lain, yang ga kalah baiknya dengan Kristi, Sari sama Aya, Nduk.." Dan, sekali lagi ibuku benar. Aku bertemu dengan teman-teman yang sangat, sangatt baik. bahkan gabisa aku bandingkan. aku bingung menuliskannya bagaimana, yang selalu baik tanpa diminta, ga beringsut meski kadang aku jadi orang yang menyebalkan. yang kadang di luar dugaan, yang penampilan luar dan isinya kadang bertolak belakang, yang kelihatannya keras di luar tetapi berhati lembut, yang punya selera hampir selalu sama, yang sensitif dan sangat mudah di tebak, yang selalu berpikiran positif dan terkadang kelewat polos, yang kadang rewel dan berisik, tetapi kadang aku mencari kerewelan dan kebrisikan yang dibuat ketika mereka ga ada, yang sering melemparkan olokan pedas tetapi tetap kami lakukan. dari banyaknya kuantitas waktu yang dihabiskan bersama, hingga masa kuliah akhir berkurang berganti dengan berkumpul di tempat lain. merekalah yang membuat perkuliahan saya berwarna.membuat kembali hidup di tengah kelesuan akibat ketakutan adaptasi dan tekanan masalah di dalam keluarga. aku mungkin bukan orang yang bagus dalam menjaga kuantitas berkomunikasi dengan sesama, tetapi yang pasti adalah teman-teman yang sudah ada di hati sampai kapanpun akan tetap hidup dan punya eksistensi di hidupku. itu yang paling penting.
"Itulah yang namanya kehidupan, son. Semua pada akhirnya akan berjalan sendiri-sendiri. Sonya dengan kehidupan sonya selanjutnya, begitu pula dengan teman-teman sonya. Kamu ga mau kan tetap ada di tempat yang sama? Pada akhirnya prioritas di dalam perteman kamu dan teman-teman kamu pun nanti berubah.. Ngerti, Nduk?", begitu pesan Mamah. masih sangat jelas di ingatanku tentang yang dikatakan Mamah saat aku mengutarakan yang aku rasakan saat kelulusan SMA. Berangkat dari situ aku mau ngga mau mempelajari tentang prioritas. Agaknya sekarang aku harus mulai belajar lagi.
Masih di empat tahun yang lalu ketika aku meragukan kalau nanti aku bakal betah di kota tempat aku kuliah. Aku meragukan apakah nantinya bakal memiliki teman-teman yang baik, yang menyenangkan dan bisa menjadi tempat berbagi. Berbulan-bulan pertama di kota kuliah kuliah aku habiskan untuk sangat rutin berkomunikasi dengan sahabat-sahabatku yang tersebar di beberapa kota. kerap merasa bahwa ga akan ada yang menggantikan dan punya nilai yang bisa menyerupai mereka di tempat kuliah ini. tetapi seiring berjalannya waktu, dengan berbagai situasi yang aku hadapi ternyata itu mematahkan perkiraanku sebelumnya. setiap orang memiliki keistimewaannya masing-masing, ga akan ada yang menggantikan satu sama lain di mataku. ternyata aku menemukan teman-teman yang mau berada di sampingku di berbagai keadaan. ternyata Tuhan mempertemukan aku dengan orang-orang yang mampu membuktikan perkataan Mamah selanjutnya. "Nanti kamu pasti menemukan teman-teman yang lain, yang ga kalah baiknya dengan Kristi, Sari sama Aya, Nduk.." Dan, sekali lagi ibuku benar. Aku bertemu dengan teman-teman yang sangat, sangatt baik. bahkan gabisa aku bandingkan. aku bingung menuliskannya bagaimana, yang selalu baik tanpa diminta, ga beringsut meski kadang aku jadi orang yang menyebalkan. yang kadang di luar dugaan, yang penampilan luar dan isinya kadang bertolak belakang, yang kelihatannya keras di luar tetapi berhati lembut, yang punya selera hampir selalu sama, yang sensitif dan sangat mudah di tebak, yang selalu berpikiran positif dan terkadang kelewat polos, yang kadang rewel dan berisik, tetapi kadang aku mencari kerewelan dan kebrisikan yang dibuat ketika mereka ga ada, yang sering melemparkan olokan pedas tetapi tetap kami lakukan. dari banyaknya kuantitas waktu yang dihabiskan bersama, hingga masa kuliah akhir berkurang berganti dengan berkumpul di tempat lain. merekalah yang membuat perkuliahan saya berwarna.membuat kembali hidup di tengah kelesuan akibat ketakutan adaptasi dan tekanan masalah di dalam keluarga. aku mungkin bukan orang yang bagus dalam menjaga kuantitas berkomunikasi dengan sesama, tetapi yang pasti adalah teman-teman yang sudah ada di hati sampai kapanpun akan tetap hidup dan punya eksistensi di hidupku. itu yang paling penting.
dan beberes barang-barang di menjelang akhir kost perkuliahanku ini menjadi hal yang hampir sama beratnya seperti saat empat tahun lalu...